6.12.10

Artikel: "Shariah Marketing (Pemasaran Secara Syariah) Part II"

Layaknya sebuah pertandingan, untuk menang dibutuhkan strategi tertentu. Begitu juga dalam Shariah Marketing, membentuk strategi itu wajib hukumnya. Untuk kepentingan usaha umat di Ranah Minang, misalnya, Shariah Center merancang  lima strategi. Namun nilai dasarnya (basic value) adalah membangun usaha dengan mengangkat kemampuan rakyat untuk menumbuhkan usaha milik mereka yang sesungguhnya. Usaha konglomerat tidak ditolak, tapi dijadikan partner agar usaha bermodal besar itu tidak “menghabisi” usaha rakyat. Dalam hal minimarket, misalnya, secara syariah ada kewajiban usaha yang besar mengembangkan kemampuan rakyat berusaha. Bukan mematikannya.

Pertama, berbeda dengan  cut-throught competition di sistem konvensional, Shariah Marketing mengangkat kualitas usaha-usaha yang sudah ada dan dimiliki oleh rakyat. Untuk sebagian orang, membuka usaha atau berbisnis merupakan satu-satunya jalan untuk mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarga. Sebagai gantungan hidup. Walaupun ada juga yang menjalankan usaha sampingan. Di kota-kota besar, berbisnis bak sebuah trend. Di Jakarta misalnya, bisnis-bisnis seperti distro, coffee shop dan mini market bisa ditemui hampir di seluruh sudut. Dengan menjamurnya bisnis ini, semakin ketat pula persaingan. Para pebisnis berlomba-lomba untuk memberikan produk dan layanan terbaik. Mulai dari kelengkapan produk yang dijual hingga pelayanan 24 jam. Hal ini wakjar terjadi di kota besar. Tapi di daerah seperti Sumbar? Perlu strategi Shariah Marketing. Dalam konsep Syariah, harusnya siapa saja yang membangun bisnis di bidang yang sama, tidak mematikan usaha yang sudah ada. Hal ini semakin penting untuk diperhatikan di daerah dimana pada umumnya toko-toko atau minimarket adalah hajat hidup rakyat kecil.

Di Sumatera Barat banyak kita jumpai Usaha Kecil dan Menengah (UKM) seperti toko-toko modern atau sejenis mini market yang menjual kebutuhan sehari-hari. Warung pinggir jalan bagaikan  trademark Ranah Minang. Namun, tidak satupun ditemukan usaha yang berbasis Syariah. Tujuan usaha Syariah disini adalah untuk menghindari dominasi dari usaha berbentuk konvensional seperti yang terjadi pada kota-kota lain. Sayang rasanya kalau usaha-usaha yang sudah ada di Sumatera Barat tergeser atau di ambil alih atau dikalahkan oleh franchise konvensional yang tidak memikirkan nasib usaha-usaha kecil lain. Mereka membangun usaha secara “sembarang” di tempat-tempat dimana pedagang kecil tradisional berada. Apalagi rakyat yang ikut bergabung tidak mendapatkan keuntungan yang setimpal dari usahanya sendiri akibat manajemen yang dipegang penuh oleh para franchisor. Oleh sebab itu, kita membutuhkan  Shariah Marketing agar mampu meningkatkan kualitas usaha-usaha rakyat yang sudah ada di Sumatera Barat.

Yang Kedua, menciptakan produk-produk unggulan UKM Sumatera Barat. Ajaran Islam untuk menciptakan unggulan inilah yang sering terlupakan. Orang kita sering berusaha “sekenanya”. Kripik balado nyaris tak berubah. Kalau sudah berbicara tentang kualitas, tentu harus ada pengembangan. Kita tidak bisa mengharapkan kualitas yang baik apabila tidak didukung dengan pengembangan yang baik. Untuk mempertahankan UKM di Sumatera Barat agar tidak kandas, perlu diciptakan keunggulan dari produk-produk yang dijual. Misalnya saja, Jogjakarta memiliki produk unggulan salak pondoh yang dikembangkan di Kabupaten Sleman. Salak pondoh ini khas dengan aromanya dan rasanya yang manis, beda dengan salak-salak lain yang dijual di pasaran. Keunggulan seperti ini yang belum ada dari Sumatera Barat. Sejauh ini yang paling mendekati produk unggulan hanya lah keripik balado (sanjai) meskipun pengelolaannya masih belum optimal. Masyarakat Sumatera Barat identik dengan makanan pedas atau balado, harusnya ini bisa dimanfaatkan untuk menciptakan produk sambal sendiri khas Sumatera Barat. Harusnya “Samba Lado Padang” menjadi produk unggulan Sumbar yang dikenal luas sebagai “ibu kota lado” Indonesia.  

Ketiga, memasarkan produk-produk UKM unggulan Sumatera Barat dan menciptakan branding. Ini butuh kebersungguhan. Sebuah ajaran al-Quran yang sangat shohih.  Semangat konvensional seperti sekarang tak akan memunculkan kebersungguhan untuk menciptaka branding. Slogan “Aku Cinta Produk Indonesia” kerap kali kita dengar. Namun pada kenyataannya produk Indonesia masih kalah bergengsi dengan produk luar. Padahal, batik misalnya, bisa menjadi contoh kalau produk Indonesia mempunyai mutu yang bisa dibanggakan. Branding merupakan salah satu cara untuk bisa menonjolkan suatu produk. Branding ini dibuat sedemikian rupa sehingga bisa menarik perhatian para konsumen untuk membeli produk tersebut. Sebagai contoh, kota Medan terkenal dengan Bika Zulaikha. Produk ini tidak semata-mata menjadi unggulan karena menggunakan ramuan atau merupakan hasil dari bio teknologi seperti pada salak pondoh tadi, tapi branding, packaging dan pemasaran yang baik juga mendukung. Sebuah perusahaan dengan sistem pengelolaan yang baik serta menciptakan sebuah branding yang kuat seperti Bika Zulaikha kurang lebih merupakan strategi dari Shariah Marketing.

Ke-empat adalah memanfaatkan teknologi untuk memasarkan produk. Orang sering khilaf bahwa ketika bebicara ekonomi syariah, diartikan berbicara tentang agama dan lalu fokusnya lebih kepada aspek halal dan haram, ketentuan demi ketentuan atau boleh dan tak boleh dan sejenisnya. Kita lupa bahwa kita diwajibkan untuk memanfaatkan ilmu. Ilmu dan teknologi harus dijadikan alat untuk menciptakan kemaslahatan umat. Teknologi yang sudah sedemikian canggih dan mudah untuk diakses memberi peluang kepada para usahawan untuk memasarkan produknya. Misalnya, teknologi yang disebut dengan internet. Setelah menciptakan produk lokal serta brandingnya, produk-produk tersebut dipasarkan melalui website. Dan prisnip syariah lagi, memasarkan secara berjamaah. Bukan individualistik seperti di konvensional. Dengan begitu, produk-produk itu bisa dijangkau secara nasional bahkan internasional.

Yang terakhir adalah membangun komunitas perdagangan (konsep jemaah) termasuk peningkatan kemampuan para pedagangnya. Seperti yang diketahui, prinsip dagang Syariah berbasiskan filosofi Ekonomi Rasulullah, salah satunya adalah membentuk wirausahawan. Rakyat yang ingin membuka usaha dilatih untuk bisa berusaha dan tidak hanya bersandar kepada perusahaan Pembina. Jangan hanya mementingkan usaha sendiri. Usaha berdasarkan Syariah ini juga memberi kesempatan bagi para mahasiswa, guru, dosen atau komunitas lainnya secara individual atau kelompok yang ingin membuka usaha. Jadi, selain membangun skill berdagang kepada rakyat, Syariah secara tidak langsung juga membentuk komunitas perdagangan.  Shariah Marketing ini mulai diwujudkan melalui Shariah Center, Padang.

No comments:

Post a Comment