12.12.10

Who Am I?

I see everybody’s laughing
What the hell are they talking?
I see a girl who is pretending
In the middle of a conversation she can barely understand

How did she end up there
With a pose, with a blank stare
Frozen, there’s no expression
Then she looks at me and says “don’t you recognize me?”

Familiar faces all around me
Suddenly turn into a blur
Am I lost or am I just a ghost?

6.12.10

Artikel: "Penulis Minang: Nasibmu Kini..."

Siapa yang tidak akrab dengan kisah Siti Nurbaya? Seorang gadis yang harus rela mengorbankan cinta sejatinya dan dipaksa untuk menikah dengan saudagar kaya raya bernama Datuk Maringgih. Kisah ini ditulis oleh sastrawan Minang Marah Rusli yang dituangkan dalam bentuk novel. Novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1922 dengan judul asli “Sitti Noerbaja”. Karya ini menjadi semakin populer lagi ketika akhirnya dibuat serial TV-nya, dibintangi oleh Novia Kolopaking, Gusti Randa dan H.I.M Damsyik produksi tahun 1990.

Marah Rusli bukan satu-satunya sastrawan besar asal Ranah Minang. Propinsi ini memang terkenal rajin melahirkan penulis atau sastrawan berbakat. Ingat roman Salah Asuhan? Itu ditulis oleh Abdul Muis yang juga orang Minang. Begitu juga penulis puisi Chairil Anwar dan Taufiq Ismail dengan segudang karyanya. Atau Hamka dan Tan Malaka sang pemberotak yang sekaligus merupakan penulis-penulis yang handal.

Tidak akan ada habisnya bila disebutkan satu-persatu siapa-siapa saja sastrawan terkemuka Minangkabau. Satu yang pasti, orang Minang adalah penguasa sastra Indonesia dari generasi ke generasi. Saking hebatnya, buku-buku sastrawan Minang kerap dijadikan acuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.

Tapi lain dulu lain sekarang. Sekarang, penulis asal Ranah Minang hampir tidak terdengar lagi. Penulis yang bisa menelurkan karya-karya berbobot seperti para pendahulunya. Kehebatan masa lalu itu, seolah tenggelam. Padahal potensi-potensi masih tetap ada di Sumatera Barat. Buktinya, beberapa bulan yang lalu ada empat penulis muda asal Padang yang dikirim ke Bali karena lolos seleksi Ubud Writers and Readers Festival. Karya mereka diakui sangat bagus dan bahkan dominan diantara 15 penulis yang lolos dari berbagai daerah. Lalu kemana perginya penulis-penulis berbakat lain?

Memang tidak gampang menjadi penulis yang sukses. Apalagi ada ribuan penulis di Indonesia. Kebanyakan dari penulis itu tidak tahu harus berbuat apa dengan karyanya. Banyak juga bahkan mungkin tidak sadar akan potensi yang dimiliki. Yang mereka butuhkan adalah bimbingan dan arahan yang benar. Mungkin juga perhatian perguruan tinggi, atau pemerintah daerah ataupun lembaga-lembaga sosial budaya. Perlu ada upaya untuk bangkit.

Sebagai gambaran nyata, coba tengok Qurrota Aini. Seorang penulis cilik yang berhasil memecahkan rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai Penulis Antologi Cerpen Termuda. Bayangkan, buku Aini menjadi Best Seller. Buku dengan judul "Nasi untuk Kakek" yang dia tulis ketika dia masih  usia 7 tahun! Prestasi yang patut diacungi jempol. Siapa sangka kebiasaan mencorat-coret dinding bisa mengantar siswa Diniyah Puteri Padang Panjang ini menjadi seorang penulis berprestasi. Semua itu berkat bimbingan dan arahan dari ibunya sejak dia masih sangat kecil. Ini bisa menjadi contoh bagi penulis Sumatera Barat untuk bisa kembali muncul ke permukaan.

Selain itu, menurunnya minat menulis dan membaca di masa sekarang ini bisa juga menjadi alasan menurunnya kualitas dan kuantitas penulis dan sastrawan Indonesia, khususnya Sumatera Barat. Seharusnya, yang namanya budaya menulis dan membaca lebih ditegakkan lagi, bukan sekedar omongan belaka. Belajar menulis harus dengan menulis. Perguruan tinggi di Sumbar perlu membuka hati untuk mempelajari mengapa mereka tak berhasil menelurkan penulis berkualitas. Perlu instrospeksi mengapa sastrawan besar tak lagi lahir di Ranah Minang. Tak cukup bila kita hanya berbangga dengan masa lalu. Tak cukup hanya menggaungkan kehebatan Siti Noerbaya atau memuja-muja Chairil Anwar.

Oleh karenanya, Sumbar perlu berbenah. Sumbar perlu menjemput masa lalu nan gemilang. Perlu dibentuk suatu program yang dikemas dengan menarik untuk membangkitkan minat anak muda untuk menulis dan membaca. Di sekolah-sekolah dan universitas misalnya, bisa saja dibuat kurikulum khusus atau semacamnya yang difokuskan untuk menyalurkan dan mengembangkan potensi-potensi menulis.

Cara lain, bisa juga dibentuk suatu komunitas penulis sebagai wadah untuk bisa bertukar pikiran, berlatih dan memamerkan kemampuan menulisnya. Kalau di Bali ada Ubud Writers & Readers, di Sumbar harusnya ada Padang Writers' Club. Sebuah wadah bagi siapa saja untuk membangun komunitas penulis. Gunakan teknologi alam maya. Manfaatkan dunia chatting. Padang Writers' Club bisa mengarahkan anak muda dari chatting membuang waktu ke chatting karya tulis. Semua anak Minang dimanapun berada bisa bergabung membangun kembali kejayaan masa lalu. Kejayaan dunia sastra dan karya tulis. Seperti yang dilakukan oleh Taufiq Ismail dan istrinya dengan Rumah Puisi-nya. Dengan begitu semoga saja penulis dan sastrawan Minang bisa bangkit kembali. Insya Allah!

Artikel: "Musik dan Islam di Amerika"

Berbicara tentang Islam di Negeri Paman Sam ini tidak selalu berujung kebencian. Oke, memang kita sering kali mendengar tentang tuduhan-tuduhan yang salah terhadap Islam oleh orang-orang Amerika yang anti Muslim. Segelintir manusia di Amerika. Tetapi Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam pidatonya pada 4 Juni 2009 di Kairo, Mesir mengatakan: “So let there be no doubt: Islam is a part of America.” . Ditambahkan lagi dalam pidatonya kalau Islam merupakan bagian dari sejarah Amerika. Bahkan, percaya atau tidak, sebuah sumber mengatakan kalau populasi Muslim di Amerika melampaui Yahudi.

Masuk lebih dalam lagi mengenai Muslim di Amerika. Kali ini berhubungan dengan sebuah kelompok atau komunitas musik Hip Hop. Mungkin untuk sebagian orang, musik yang mayoritas dibawakan oleh orang-orang berkulit hitam ini identik dengan cacian. Pemikiran itu silahkan dibuang jauh-jauh, karena ini bukan Hip Hop biasa. Penasaran?

Terbentuk pada tahun 2001, kelompok yang menyebut dirinya Remarkable Current ini terdiri dari musisi, penulis dan produser yang berkumpul bukan hanya didasari kecintaan mereka terhadap musik dan seni, tetapi juga karena mereka semua adalah Muslim Amerika. Ya, kita berbicara tentang Hip Hop Islami.

Diawali dari sekedar ‘nongkrong’ di basement hingga berkolaborasi dengan berbagai macam artis dan aktifis dengan tujuan yang sama: ingin secara kreatif membentuk identitas Muslim Amerika dan mempertunjukkan kepada dunia. Kalau di tahun 1955 ada yang namanya Jazz Ambassadors yang berisi musisi-musisi Jazz dari penjuru Amerika, Remarkable Current adalah Hip Hop Ambassadors-nya. Bedanya, musik mereka membawa pesan-pesan Islami serta melawan segala pemikiran negatif tentang Islam.

Remarkable Current dibentuk dan diproduseri oleh Anas Canon (yang juga seorang DJ), salah satu dari 500 Muslim paling berpengaruh di dunia dalam edisi pertama sebuah publikasi The Prince Alwaleed Bin Talaal Center for Muslim-Christian Understanding dari Georgetown University, yang telah bekerja sama dengan ratusan artis berbakat dan merilis lebih dari sepuluh album selama hampir satu dekade!

Setelah tur beberapa Negara seperti Moroko, Tanzania, Mesir, Mali, Turki dan Palestina sukses besar, Remarkable Current memperluas jajahannya ke Indonesia. Dengan undangan dari Kedutaan Amerika Serikat bersama-sama dengan Asosiasi Alumni Amerika (AAA), mereka akhirnya mendaratkan kakinya di kota Padang pada 25 September lalu. Kemunculan ‘geng’ ini selama dua hari bukan sekedar untuk promosi, tetapi sekaligus memperingati satu tahun gempa hebat yang mengguncang Sumatra Barat pada 30 September 2009.

Acara dimulai dengan konser yang disambut dengan meriah, kemudian lanjut silaturahmi konsulat AS dengan AAA bertempat di Lapau Gadang Padang. Selain Padang, Remarkable Current juga singgah ke kota-kota lain di Indonesia yakni Jakarta, Medan dan Surabaya dengan harapan dapat mempererat hubungan antara Amerika dan Indonesia.

Artikel: "Shariah Marketing (Pemasaran Secara Syariah) Part II"

Layaknya sebuah pertandingan, untuk menang dibutuhkan strategi tertentu. Begitu juga dalam Shariah Marketing, membentuk strategi itu wajib hukumnya. Untuk kepentingan usaha umat di Ranah Minang, misalnya, Shariah Center merancang  lima strategi. Namun nilai dasarnya (basic value) adalah membangun usaha dengan mengangkat kemampuan rakyat untuk menumbuhkan usaha milik mereka yang sesungguhnya. Usaha konglomerat tidak ditolak, tapi dijadikan partner agar usaha bermodal besar itu tidak “menghabisi” usaha rakyat. Dalam hal minimarket, misalnya, secara syariah ada kewajiban usaha yang besar mengembangkan kemampuan rakyat berusaha. Bukan mematikannya.

Pertama, berbeda dengan  cut-throught competition di sistem konvensional, Shariah Marketing mengangkat kualitas usaha-usaha yang sudah ada dan dimiliki oleh rakyat. Untuk sebagian orang, membuka usaha atau berbisnis merupakan satu-satunya jalan untuk mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarga. Sebagai gantungan hidup. Walaupun ada juga yang menjalankan usaha sampingan. Di kota-kota besar, berbisnis bak sebuah trend. Di Jakarta misalnya, bisnis-bisnis seperti distro, coffee shop dan mini market bisa ditemui hampir di seluruh sudut. Dengan menjamurnya bisnis ini, semakin ketat pula persaingan. Para pebisnis berlomba-lomba untuk memberikan produk dan layanan terbaik. Mulai dari kelengkapan produk yang dijual hingga pelayanan 24 jam. Hal ini wakjar terjadi di kota besar. Tapi di daerah seperti Sumbar? Perlu strategi Shariah Marketing. Dalam konsep Syariah, harusnya siapa saja yang membangun bisnis di bidang yang sama, tidak mematikan usaha yang sudah ada. Hal ini semakin penting untuk diperhatikan di daerah dimana pada umumnya toko-toko atau minimarket adalah hajat hidup rakyat kecil.

Di Sumatera Barat banyak kita jumpai Usaha Kecil dan Menengah (UKM) seperti toko-toko modern atau sejenis mini market yang menjual kebutuhan sehari-hari. Warung pinggir jalan bagaikan  trademark Ranah Minang. Namun, tidak satupun ditemukan usaha yang berbasis Syariah. Tujuan usaha Syariah disini adalah untuk menghindari dominasi dari usaha berbentuk konvensional seperti yang terjadi pada kota-kota lain. Sayang rasanya kalau usaha-usaha yang sudah ada di Sumatera Barat tergeser atau di ambil alih atau dikalahkan oleh franchise konvensional yang tidak memikirkan nasib usaha-usaha kecil lain. Mereka membangun usaha secara “sembarang” di tempat-tempat dimana pedagang kecil tradisional berada. Apalagi rakyat yang ikut bergabung tidak mendapatkan keuntungan yang setimpal dari usahanya sendiri akibat manajemen yang dipegang penuh oleh para franchisor. Oleh sebab itu, kita membutuhkan  Shariah Marketing agar mampu meningkatkan kualitas usaha-usaha rakyat yang sudah ada di Sumatera Barat.

Yang Kedua, menciptakan produk-produk unggulan UKM Sumatera Barat. Ajaran Islam untuk menciptakan unggulan inilah yang sering terlupakan. Orang kita sering berusaha “sekenanya”. Kripik balado nyaris tak berubah. Kalau sudah berbicara tentang kualitas, tentu harus ada pengembangan. Kita tidak bisa mengharapkan kualitas yang baik apabila tidak didukung dengan pengembangan yang baik. Untuk mempertahankan UKM di Sumatera Barat agar tidak kandas, perlu diciptakan keunggulan dari produk-produk yang dijual. Misalnya saja, Jogjakarta memiliki produk unggulan salak pondoh yang dikembangkan di Kabupaten Sleman. Salak pondoh ini khas dengan aromanya dan rasanya yang manis, beda dengan salak-salak lain yang dijual di pasaran. Keunggulan seperti ini yang belum ada dari Sumatera Barat. Sejauh ini yang paling mendekati produk unggulan hanya lah keripik balado (sanjai) meskipun pengelolaannya masih belum optimal. Masyarakat Sumatera Barat identik dengan makanan pedas atau balado, harusnya ini bisa dimanfaatkan untuk menciptakan produk sambal sendiri khas Sumatera Barat. Harusnya “Samba Lado Padang” menjadi produk unggulan Sumbar yang dikenal luas sebagai “ibu kota lado” Indonesia.  

Ketiga, memasarkan produk-produk UKM unggulan Sumatera Barat dan menciptakan branding. Ini butuh kebersungguhan. Sebuah ajaran al-Quran yang sangat shohih.  Semangat konvensional seperti sekarang tak akan memunculkan kebersungguhan untuk menciptaka branding. Slogan “Aku Cinta Produk Indonesia” kerap kali kita dengar. Namun pada kenyataannya produk Indonesia masih kalah bergengsi dengan produk luar. Padahal, batik misalnya, bisa menjadi contoh kalau produk Indonesia mempunyai mutu yang bisa dibanggakan. Branding merupakan salah satu cara untuk bisa menonjolkan suatu produk. Branding ini dibuat sedemikian rupa sehingga bisa menarik perhatian para konsumen untuk membeli produk tersebut. Sebagai contoh, kota Medan terkenal dengan Bika Zulaikha. Produk ini tidak semata-mata menjadi unggulan karena menggunakan ramuan atau merupakan hasil dari bio teknologi seperti pada salak pondoh tadi, tapi branding, packaging dan pemasaran yang baik juga mendukung. Sebuah perusahaan dengan sistem pengelolaan yang baik serta menciptakan sebuah branding yang kuat seperti Bika Zulaikha kurang lebih merupakan strategi dari Shariah Marketing.

Ke-empat adalah memanfaatkan teknologi untuk memasarkan produk. Orang sering khilaf bahwa ketika bebicara ekonomi syariah, diartikan berbicara tentang agama dan lalu fokusnya lebih kepada aspek halal dan haram, ketentuan demi ketentuan atau boleh dan tak boleh dan sejenisnya. Kita lupa bahwa kita diwajibkan untuk memanfaatkan ilmu. Ilmu dan teknologi harus dijadikan alat untuk menciptakan kemaslahatan umat. Teknologi yang sudah sedemikian canggih dan mudah untuk diakses memberi peluang kepada para usahawan untuk memasarkan produknya. Misalnya, teknologi yang disebut dengan internet. Setelah menciptakan produk lokal serta brandingnya, produk-produk tersebut dipasarkan melalui website. Dan prisnip syariah lagi, memasarkan secara berjamaah. Bukan individualistik seperti di konvensional. Dengan begitu, produk-produk itu bisa dijangkau secara nasional bahkan internasional.

Yang terakhir adalah membangun komunitas perdagangan (konsep jemaah) termasuk peningkatan kemampuan para pedagangnya. Seperti yang diketahui, prinsip dagang Syariah berbasiskan filosofi Ekonomi Rasulullah, salah satunya adalah membentuk wirausahawan. Rakyat yang ingin membuka usaha dilatih untuk bisa berusaha dan tidak hanya bersandar kepada perusahaan Pembina. Jangan hanya mementingkan usaha sendiri. Usaha berdasarkan Syariah ini juga memberi kesempatan bagi para mahasiswa, guru, dosen atau komunitas lainnya secara individual atau kelompok yang ingin membuka usaha. Jadi, selain membangun skill berdagang kepada rakyat, Syariah secara tidak langsung juga membentuk komunitas perdagangan.  Shariah Marketing ini mulai diwujudkan melalui Shariah Center, Padang.

Artikel: "Shariah Marketing (Pemasaran Secara Syariah) Part I"

Di dunia, perekonomian dikuasai oleh sistem konvensional atau capitalistic system. Yang kaya yang berkuasa. Perusahaan-perusahaan besar berkuasa dan kaya raya, karena tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal sesedikit mungkin. Menguntungkan untuk para konglomerat tapi tidak selalu menguntungkan bagi rakyat kecil. Terdengar tidak adil memang. Tapi tidak dengan kondisi kebanyakan Negara maju. Amerika Serikat dan Eropa, misalnya, relatif tinggi keadilan ekonomi itu karena masyarakatnya sangat tunduk pada hukum. Perusahaan-perusahaan besar itu taat membayar pajak (dibikin taat oleh sistem) dengan jumlah yang sangat besar kepada pemerintah. Dari pemasukan pajak ini lah rakyat kecil hidup. Namun, karena begitu kuatnya pengaruh perusahaan-perusahaan besar ini, seandainya salah satunya bangkrut, perekonomian Negara serta-merta lumpuh dibuatnya. Seperti krisis yang terjadi di Amerika pada tahun 2008, dimana salah satu perusahaan terbesar ‘batuk’ dan menyebabkan krisis ekonomi besaran-besaran.

Berbeda cerita dengan China yang sebagian besar menggunakan system Sosialis, pemerintahlah yang berkuasa. Rakyat tahunya bekerja. Keuntungannya adalah relatif tidak ada kesenjangan sosial yang menonjol seperti pada Konvesional. Semua hidup dari pemerintah. Pemerintah menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya. Kelemahannya, rakyatnya tidak bisa maju, semua disamaratakan. Jelas, sulit untuk mengharapkan kreativitas dari rakyat karena tak ada rewards. Rakyat bekerja apa adanya dan malas untuk berprestasi.

Ekonomi Indonesia, pada dasarnya Konvensional atau Kapitalistik. Sistem ekonomi dikuasai oleh usaha-usaha besar milik konglomerat, baik nasional maupun asing, dan beberapa perusahaan besar milik pemerintah. Kalau ditelusuri satu persatu, hampir seluruh usaha yang ada di negeri ini, bergerak secara Konvesional. Mulai dari korporasi sampai ke toko-toko di pinggir jalan. Minimarket,  sebagai gambarannya, dikuasai oleh beberapa perusahaan milik konglomerat. Banyak minimarket milik konglomerat berkedudukan di Jakarta bahkan milik konglomerat asing telah menggurita menguasai hajat hidup rakyat banyak. Kota-kota di pulau Jawa sudah dipenuhi oleh minimarket konglomerat itu. Dan sejak 2 tahun terakhir, gurita itu sudah menjalar ke pulau Sumatera. Berawal di kota Medan. Kemanpun kita pergi, kota terbesar di Sumatera itu sudah diguritai oleh minimarket konglomerat dari Jakarta. Usaha pinggiran jalan yang semula adalah hajat hidup orang kecil, sekarang berubah menjadi mainan konglomerat Jakarta dan asing. Sebentar lagi Kota Padang juga akan terjajah. 

Rakyat yang ingin berbisnis diberi syarat oleh Franchisor atau perusahaan milik konglomerat tersebut untuk menyetor modal berupa ruko dan uang yang cukup sebesar jumlahnya (minimum Rp. 350 juta) per gerai. Setelah itu semua manajemen dikerjakan oleh perusahaan konglomerat tanpa campur tangan si pemilik modal. Ironisnya, keuntungan yang di dapat lebih banyak lari ke tangan franchisor yang dapat dikatakan tidak memberi modal apapun.   Dan minimarket milik konglomerat itupun mereka dirikan di lokasi-lakasi warung-warung rakyat.  Tak pelak lagi terjadilah pertarungan yang tak seimbang.

Dengan munculnya sistem ekonomi Syariah ditengah-tengah maraknya praktik  ekonomi kapitalistik, ada sebuah harapan yang sangat besar bagi umat. Harapan besar bagi rakyat kecil. Syariah bermaksud untuk mensejahterakan rakyat dan sekaligus memberikan kesempatan rakyatnya untuk maju dalam berbisnis. Tidak mematikan usaha rakyat atau warung-warung yang sudah berdiri dan dimiliki oleh umat secara turun temurun. Tidak untuk berkompetisi dengan rakyat badarai. Bahasa gampangnya, Syariah itu adil dan bermartabat. Dan tujuan utamanya adalah mengutamakan pengembangan kemampuan umat untuk berbisnis.

Persolannya adalah karena di perguruan tinggi kita pada umumnya kita diajari ekonomi konvensional, dan di pemerintahan ekonomi syariah tak pernah dikenal, kita menganggap  gurita minimarket yang mencengkram ekonomi dan hajat hidup pedagang kecil ini sebagai fenomena biasa. Ya sebuah sistem perdagangan berbasis pasar. Ya…. karena kita teredukasi oleh sistem ekonomi pasar. Kita diajari bahwa kekuatan pasarlah yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pemikiran Neolib ini sudah merasuk kedalam tulung sumsum kita semua. Pertanyaanya adalah akankah sistem pasar ini mendatangkan kesejahteraan umat? Akankah rakyat kecil yang selama ini berdagang di pinggir jalan, membuka watung-warung kehidupan bias bertahan bila minimarket konglomerat ini berdiri di seberang jalan? Akankah para pejabat daerah tetap meresmikan gerai demi gerai minimarket konglomerat ini tanpa memahami bahwa sesungguhnya usaha rakyat kecil digilasnya? Akankah kita diam saja? (Bersambung)

Artikel: "Berkarir: A Choice Of Life"

Hidup itu penuh dengan pilihan, begitu kata orang bijak. Yang paling sederhana adalah  ketika seorang ‘ABG’ harus memilih sekolah dan jurusan. Seorang pelajar yang baru tamat SMA harus memilih universitas dan bahkan kota tempat kuliah. Memilih tinggal enak dengan ortu atau hidup di kos-kosan seadanya. Apa yang kita jalani, semua adalah pilihan. Memilih untuk hidup sendiri atau berpasangan, juga sebuah fakta kehidupan.Memilih berbuat baik atau jahat, juga tergantung pilihan individu.  Memilih jadi pengangguran atau bekerja, tergantung kemauan. Yang perlu kita ketahui adalah dalam setiap pilihan ada konsekuensi. Dan ketepatan memilih adalah salah satu kunci keberhasilan dalam berkarir dan bahkan dalam kehidupan.

Salah satu pilihan penting dalam hidup adalah memilih karir ataupun profesi. Kalau perkerjaan adalah kegiatan secara rutin yang berpenghasilan, sedangkan profesi memerlukan  latar belakang pendidikan tertentu serta persyaratan khusus lainnya. Berdagang bisa dikategorikan sebagai pekerjaan, tapi tidak selalu memerlukan pendidikan atau gelar akademis tertentu.

Apapun bisa menjadi pekerjaan. Sedangkan dalam profesi, di bidang hukum misalnya, dibutuhkan gelar Sarjana Hukum (SH) dan pelatihan dan bahkan ujian sebelumnya untuk bisa menjadi pengacara atau notaris.  Suatu pekerjaan atau profesi tidak dapat dikatakan sebuah karir kalau tidak ada ‘tangga’ yang bisa dinaiki. Tangga yang sering diistilahkan sebagai career path atau jalur karir.

Sebagai contoh yang lebih nyata, seorang sarjana yang berminat menjadi Penulis, dengan latar belakang apa saja, dihadapkan minimum dengan tiga pilihan: menjadi penulis independen, bekerja di media nasional atau internasional seperti VOA, CNN atau pilihan lain berwirausaha. Dalam setiap pilihan tersebut, dia  harus memikirkan plus minus serta konsekuensinya.

Sebagai penulis, bisa saja dimulai dengan menulis artikel-artikel lepas untuk koran, majalah atau media cetak lainnya, lanjut dengan membuat buku sendiri, bisa berupa novel atau sejenisnya. Kemudian, dia bisa meneruskan S2 dan S3, lalu  menjadi dosen. Lalu pilihan profesinya adalah Penulis yang sekaligus dosen. Konsekuensi pilihan ini  adalah bagaimana cara untuk mendisiplinkan diri sendiri. Bekerja sebagai penulis tidak terikat pada badan atau perusahaan, dengan kata lain, penulis istilahnya self-employed. Tapi plus pointya untuk kedepannya adalah ketika dia  memutuskan untuk berkeluarga, dia bisa mengatur waktu relatif lebih mudah.Waktu untuk keluarga relatif lebih leluasa.

Pilihan kedua adalah bekerja di media. Kalau di majalah, bisa berawal dari reporter/writer, lalu menjadi editor, pemimpin redaksi atau bahkan membuat majalah sendiri. Kalau di televisi, bisa menjadi reporter, presenter atau pembawa acara. Dari pengalaman-pengalaman dan keterampilan yang sudah dipunyai, dia  bisa terus menanjak, syukur-syukur suatu saat nanti bisa punya acara sendiri seperti Farhan atau Dessy Anwar. Kuncinya: tidak boleh pasif , harus berani dan pandai bersosialisasi.Networking merupakan suatu kebutuhan bila bekerja di media. Lalu, bekerja di media bertaraf internasional. Kurang lebih perjalanannya sama seperti bekerja pada media manapun. Tapi konsekuensi terbesar yang harus dihadapi adalah ketika berkeluarga nanti. Iya kalau sedang bertugas di tanah air, bagaimana kalau diutus bertugas ke luar negeri? Apalagi bagi seorang perempuan. Dia harus memilih lagi antara karir atau keluarga. Repot kan?

Pilihan berwiraswasta, lain lagi. Belum terlalu banyak sarjana yang memiih menjadi entrepreneur. Salah satu penyebabnya adalah mahasiswa tidak memperoleh eksposur yang cukup di dunia kewirausahaan. Makanya mayorias sarjana memilih untuk jadi PNS atau bekerja di perusahaan swasta. Padahal, pilihan menjadi entrepreneur sangat menjanjikan. Kewirausahaan adalah dunia karir tanpa batas.

Lalu apa yang harus kita lakukan jika dihadapkan dengan pilihan seperti itu? Menentukan pilihan tidak bisa hanya didasari mana yang benar dan mana yang salah. Terkadang tidak semua yang benar itu yang terbaik buat diri kita. Karir membutuhkan perencanaan yang matang karena berkaitan dengan masa depan. Jadi memilih karir yang tepat untuk kita memang tidak gampang. Pertama, kita harus berangkat dari nilai- nilai (value) kehidupan yang kita yakini. Apa yang menjadi value bagi diri, bagi keluarga dan mungkin juga bagi komunitas kita. Apa yang kita cari dalam kehidupan? Kalau, misalnya, yang menjadi nilai utama adalah kebebasan, mungkin menjadi wartawan atau seniman adalah pilihan yang relatif tepat. Kalau uang dan membangun sebuah legacy, mungkin wirausaha. Sikap mental yang dibutuhkan adalah yang mampu memutuskan dengan pikiran tenang disaat terdesak dan mampu menerima segala konsekuensi di masa
yang akan datang

Langkah kedua adalah mengeksplor pilihan tersebut. Pelajari seoptimal mungkin. Membaca dan bergaul dengan para profesional di bidang  karir pilihan. Berdisuksi dan berkunjung ke lembaga atau perusahaan dimana karir itu berada. Lalu kemudian yang sangat penting adalah magang ataupun percobaan kerja di bidang pilihan tadi. Kedua kegiatan terakhir ini yang mungkin relatif lebih sulit di daerah dari pada di kota-kota besar. Inilah tantangan bagi perguruan tinggi di daerah. Tantangan bagi orang tua. Dan tantangan bagi siswa dan mahasiswa. 


Ketiga, mepersiapkan diri baik mental maupun kompeensi untuk merintis karir pilihan. Tapi, karena karir adalah sebuah pilihan, kita tak punya pilihan kecuali berupaya dengan berbagai cara untuk bisa memperoleh kesempatan.