6.12.10

Artikel: "Berkarir: A Choice Of Life"

Hidup itu penuh dengan pilihan, begitu kata orang bijak. Yang paling sederhana adalah  ketika seorang ‘ABG’ harus memilih sekolah dan jurusan. Seorang pelajar yang baru tamat SMA harus memilih universitas dan bahkan kota tempat kuliah. Memilih tinggal enak dengan ortu atau hidup di kos-kosan seadanya. Apa yang kita jalani, semua adalah pilihan. Memilih untuk hidup sendiri atau berpasangan, juga sebuah fakta kehidupan.Memilih berbuat baik atau jahat, juga tergantung pilihan individu.  Memilih jadi pengangguran atau bekerja, tergantung kemauan. Yang perlu kita ketahui adalah dalam setiap pilihan ada konsekuensi. Dan ketepatan memilih adalah salah satu kunci keberhasilan dalam berkarir dan bahkan dalam kehidupan.

Salah satu pilihan penting dalam hidup adalah memilih karir ataupun profesi. Kalau perkerjaan adalah kegiatan secara rutin yang berpenghasilan, sedangkan profesi memerlukan  latar belakang pendidikan tertentu serta persyaratan khusus lainnya. Berdagang bisa dikategorikan sebagai pekerjaan, tapi tidak selalu memerlukan pendidikan atau gelar akademis tertentu.

Apapun bisa menjadi pekerjaan. Sedangkan dalam profesi, di bidang hukum misalnya, dibutuhkan gelar Sarjana Hukum (SH) dan pelatihan dan bahkan ujian sebelumnya untuk bisa menjadi pengacara atau notaris.  Suatu pekerjaan atau profesi tidak dapat dikatakan sebuah karir kalau tidak ada ‘tangga’ yang bisa dinaiki. Tangga yang sering diistilahkan sebagai career path atau jalur karir.

Sebagai contoh yang lebih nyata, seorang sarjana yang berminat menjadi Penulis, dengan latar belakang apa saja, dihadapkan minimum dengan tiga pilihan: menjadi penulis independen, bekerja di media nasional atau internasional seperti VOA, CNN atau pilihan lain berwirausaha. Dalam setiap pilihan tersebut, dia  harus memikirkan plus minus serta konsekuensinya.

Sebagai penulis, bisa saja dimulai dengan menulis artikel-artikel lepas untuk koran, majalah atau media cetak lainnya, lanjut dengan membuat buku sendiri, bisa berupa novel atau sejenisnya. Kemudian, dia bisa meneruskan S2 dan S3, lalu  menjadi dosen. Lalu pilihan profesinya adalah Penulis yang sekaligus dosen. Konsekuensi pilihan ini  adalah bagaimana cara untuk mendisiplinkan diri sendiri. Bekerja sebagai penulis tidak terikat pada badan atau perusahaan, dengan kata lain, penulis istilahnya self-employed. Tapi plus pointya untuk kedepannya adalah ketika dia  memutuskan untuk berkeluarga, dia bisa mengatur waktu relatif lebih mudah.Waktu untuk keluarga relatif lebih leluasa.

Pilihan kedua adalah bekerja di media. Kalau di majalah, bisa berawal dari reporter/writer, lalu menjadi editor, pemimpin redaksi atau bahkan membuat majalah sendiri. Kalau di televisi, bisa menjadi reporter, presenter atau pembawa acara. Dari pengalaman-pengalaman dan keterampilan yang sudah dipunyai, dia  bisa terus menanjak, syukur-syukur suatu saat nanti bisa punya acara sendiri seperti Farhan atau Dessy Anwar. Kuncinya: tidak boleh pasif , harus berani dan pandai bersosialisasi.Networking merupakan suatu kebutuhan bila bekerja di media. Lalu, bekerja di media bertaraf internasional. Kurang lebih perjalanannya sama seperti bekerja pada media manapun. Tapi konsekuensi terbesar yang harus dihadapi adalah ketika berkeluarga nanti. Iya kalau sedang bertugas di tanah air, bagaimana kalau diutus bertugas ke luar negeri? Apalagi bagi seorang perempuan. Dia harus memilih lagi antara karir atau keluarga. Repot kan?

Pilihan berwiraswasta, lain lagi. Belum terlalu banyak sarjana yang memiih menjadi entrepreneur. Salah satu penyebabnya adalah mahasiswa tidak memperoleh eksposur yang cukup di dunia kewirausahaan. Makanya mayorias sarjana memilih untuk jadi PNS atau bekerja di perusahaan swasta. Padahal, pilihan menjadi entrepreneur sangat menjanjikan. Kewirausahaan adalah dunia karir tanpa batas.

Lalu apa yang harus kita lakukan jika dihadapkan dengan pilihan seperti itu? Menentukan pilihan tidak bisa hanya didasari mana yang benar dan mana yang salah. Terkadang tidak semua yang benar itu yang terbaik buat diri kita. Karir membutuhkan perencanaan yang matang karena berkaitan dengan masa depan. Jadi memilih karir yang tepat untuk kita memang tidak gampang. Pertama, kita harus berangkat dari nilai- nilai (value) kehidupan yang kita yakini. Apa yang menjadi value bagi diri, bagi keluarga dan mungkin juga bagi komunitas kita. Apa yang kita cari dalam kehidupan? Kalau, misalnya, yang menjadi nilai utama adalah kebebasan, mungkin menjadi wartawan atau seniman adalah pilihan yang relatif tepat. Kalau uang dan membangun sebuah legacy, mungkin wirausaha. Sikap mental yang dibutuhkan adalah yang mampu memutuskan dengan pikiran tenang disaat terdesak dan mampu menerima segala konsekuensi di masa
yang akan datang

Langkah kedua adalah mengeksplor pilihan tersebut. Pelajari seoptimal mungkin. Membaca dan bergaul dengan para profesional di bidang  karir pilihan. Berdisuksi dan berkunjung ke lembaga atau perusahaan dimana karir itu berada. Lalu kemudian yang sangat penting adalah magang ataupun percobaan kerja di bidang pilihan tadi. Kedua kegiatan terakhir ini yang mungkin relatif lebih sulit di daerah dari pada di kota-kota besar. Inilah tantangan bagi perguruan tinggi di daerah. Tantangan bagi orang tua. Dan tantangan bagi siswa dan mahasiswa. 


Ketiga, mepersiapkan diri baik mental maupun kompeensi untuk merintis karir pilihan. Tapi, karena karir adalah sebuah pilihan, kita tak punya pilihan kecuali berupaya dengan berbagai cara untuk bisa memperoleh kesempatan.

No comments:

Post a Comment